Mikedwihisma's Blog











{Desember 16, 2010}   PERENCANAAN PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN

  1. 1. JENIS PEIZINAN UNTUK MEMBUAT HUTAN TANAMAN INDUSTRI

Yang terpenting dalam membuat Hutan Tanaman Industri harus ada dokumen AMDAL, RKPHTI, dan RKT HTI.

PEDOMAN PEMBERIAN
IJIN USAHA HUTAN TANAMAN

(D/h Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri)

Gambaran Umum

  • Sejak awal tahun 1990-an pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) dilaksanakan secara besar-besaran melalui pelibatan investor swasta dengan sebagian besar pendanaannya didukung oleh Dana Reboisasi (DR).
  • Pengembangan HTI dilatarbelakangi oleh kondisi kesenjangan antara kapasitas industri perkayuan dengan pasokan bahan baku kayu yang pada waktu itu hanya mengandalkan dari kayu hutan alam. Jenis tanaman HTI yang dibudidayakan pada umumnya jenis kayu cepat tumbuh (akasia, sengon, eucaliptus, gmelina dsb). Pada saat itu pembangunan HTI ditargetkan seluas 6 juta hektar, dengan perkiraan pada waktu panen akan mampu mendukung kebutuhan industri bersama-sama kayu dari hutan alam.
  • Untuk medukung program transmigrasi, dikembangkan pula pola HTI-Trans yang pada waktu itu lebih bersifat “kewajiban” bagi pemegang HPH skala besar, dengan pertimbangan mereka telah banyak meraup keuntungan dalam kegiatan pengusahaan hutan alam. Namun dalam perkembangannya tidak seperti yang diharapkan dengan diterapkannya pola perusahaan patungan untuk pembangunan HTI-Trans, dimana pendanaannya sebagian besar mengandalkan DR. Kebijakan pola patungan telah mengaburkan sifat “kewajiban” pemegang HPH skala besar, karena pelaksanaannya tergantung kepada kelancaran penyaluran DR. Sehingga pada umumnya HTI-Trans yang ada kondisinya kurang memuaskan, antara lain karena ketidaklancaran penyaluran DR dan ketidakjelasan pasar.
  • Pada mulanya, pembangunan HTI diarahkan pada areal hutan yang tidak produktif dengan kriteria potensi pohon berdiameter 50 cm kurang dari 20 m3. Kemudian berkembang berdasarkan jumlah ketersediaan pohon serta anakan dengan jumlah tertentu sehingga areal tersebut “dianggap” tidak akan mampu berkembang lagi menjadi hutan alam yang baik.
  • Arahan areal dengan kriteria tersebut menyebabkan banyak kawasan hutan alam yang sebenarnya masih dapat berkembang secara alami menjadi hutan alam yang baik, diganti dengan jenis tanaman HTI yang monokultur dengan “nilai ekosistem” yang lebih rendah dari hutan alam yang dianggap “rusak”. Kriteria areal calon lokasi HTI yang seperti itu juga ternyata memberikan kecenderungan beberapa investor motivasi utamanya hanya mencari kayu, bukan membangun tanaman.
  • Bercermin dari pengalaman tersebut, maka sejak tahun 2000 pemerintah hanya mengeluarkan ijin HTI di dalam kawasan hutan produksi pada areal-areal non hutan (tanah kosong, alang-alang, semak belukar) sehingga pada areal-areal tersebut tentunya tidak akan diterbitkan Ijin Pemanfaatan Kayu (IPK) yang selama ini seringkali dicurigai sebagai motivasi utama dari investor yang berinvestasi dalam usaha hutan tanaman. Kebijakan tersebut sekaligus merupakan komitmen untuk mulai mengkonservasi dan memelihara sisa hutan alam di Indonesia.
  • Kebijakan pemberian ijin HTI atau Usaha Hutan Tanaman hanya pada areal non hutan di dalam kawasan hutan produksi ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kehutanan No. 10.1/Kpts-II/2000 tanggal 6 November 2000 tentang Pedoman Pemberian Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman. Peristilahan tersebut mengacu kepada UU 41/1999 tentang Kehutanan, menggantikan istilah Hutan Tanaman Industri (HTI) yang sudah demikian populer.
  • Sampai dengan pertengahan tahun 2001, tanaman yang terealisasi pada areal HTI atau Usaha Hutan Tanaman seluas 1,9 juta hektar (tidak termasuk hutan tanaman yang dikembangkan Perum Perhutani di Jawa, hutan tanaman unggulan yang dikembangkan secara swakelola oleh Dinas-Dinas Kehutanan di Indonesia, serta hutan rakyat yang dikembangkan pada lahan milik masyarakat). Sedangkan jumlah ijin yang telah diberikan secara definitif (melalui Suat Keputusan) sebanyak 104 unit, terdiri dari 21 unit HTI pulp, 32 unit HTI pertukangan dan 51 unit HTI-Trans.

Pengertian

  • Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman, yang selanjutnya disebut Usaha Hutan Tanaman adalah suatu kegiatan usaha di dalam kawasan hutan produksi untuk menghasilkan produk utama berupa kayu, yang kegiatannya terdiri dari penanaman, pemeliharaan, pengamanan, pemanenan hasil, pengolahan dan pemasaran hasil hutan tanaman.

Maksud dan Tujuan

  • Usaha hutan tanaman bertujuan untuk menghasilkan produk utama berupa hasil hutan kayu guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan bahan baku industri perkayuan, meningkatkan kualitas lingkungan melalui kegiatan reboisasi, untuk memperluas kesempatan bekerja dan berusaha bagi masyarakat, khususnya masyarakat di sekitar dan di dalam kawasan hutan.

Kriteria Areal Usaha Hutan Tanaman

  • Areal kosong di dalam kawasan hutan produksi dan/atau areal yang akan dialihfungsikan menjadi kawasan hutan produksi, serta tidak dibebani hak-hak lain.
  • Topografi dengan kelerengan maksimal 25 %. Pada kelerengan antara 8 % – 25 % harus diikuti dengan upaya konservasi tanah.
  • Penutupan vegetasi calon lokasi usaha hutan tanaman berupa non hutan (semak belukar, padang alang-alang dan tanah kosong) atau areal bekas tebangan yang kondisinya rusak.
  • Terdapat masyarakat di sekitarnya sebagai sumber tenaga kerja.
  • Tidak dibenarkan melakukan penebangan hutan alam yang ada di areal usaha hutan tanaman, kecuali untuk pembangunan sarana dan prasarana dengan luas maksimum 1 % dari seluruh luas areal usaha.
  • Bagian-bagian yang masih bervegetasi hutan alam, dienclave sebagai blok konservasi.
  1. 2. DOKUMEN AMDAL, RKPKH-HTI, dan RKT HTI

AMDAL merupakan kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, dibuat pada tahap perencanaan, dan digunakan untuk pengambilan keputusan.

  • Hal-hal yang dikaji dalam proses AMDAL: aspek fisik-kimia, ekologi, sosial-ekonomi, sosial-budaya, dan kesehatan masyarakat sebagai pelengkap studi kelayakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.

Dokumen AMDAL terdiri dari :

  • Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL)
  • Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)
  • Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)
  • Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)
  • Tiga dokumen (ANDAL, RKL dan RPL) diajukan bersama-sama untuk dinilai oleh Komisi Penilai AMDAL. Hasil penilaian inilah yang menentukan apakah rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut layak secara lingkungan atau tidak dan apakah perlu direkomendasikan untuk diberi ijin atau tidak.

Guna AMDAL

  • Bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah
  • Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan
  • Memberi masukan untuk penyusunan disain rinci teknis dari rencana usaha dan/atau kegiatan
  • Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
  • Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan
  • memberikan alternatif solusi minimalisasi dampak negatif
  • Digunakan untuk mengambil keputusan tentang penyelenggaraan/pemberi ijin usaha dan/atau kegiatan”

Prosedur AMDAL

  • Prosedur AMDAL terdiri dari :
  • Proses penapisan (screening) wajib AMDAL
  • Proses pengumuman dan konsultasi masyarakat
  • Penyusunan dan penilaian KA-ANDAL (scoping)
  • Penyusunan dan penilaian ANDAL, RKL, dan RPL Proses penapisan atau kerap juga disebut proses seleksi kegiatan wajib AMDAL, yaitu menentukan apakah suatu rencana kegiatan wajib menyusun AMDAL atau tidak

Proses pengumuman dan konsultasi masyarakat.

  • Berdasarkan Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 08/2000, pemrakarsa wajib mengumumkan rencana kegiatannya selama waktu yang ditentukan dalam peraturan tersebut, menanggapi masukan yang diberikan, dan kemudian melakukan konsultasi kepada masyarakat terlebih dulu sebelum menyusun KA-ANDAL.

Proses penyusunan KA-ANDAL.

  • Penyusunan KA-ANDAL adalah proses untuk menentukan lingkup permasalahan yang akan dikaji dalam studi ANDAL (proses pelingkupan).
    Proses penilaian KA-ANDAL. Setelah selesai disusun, pemrakarsa mengajukan dokumen KA-ANDAL kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal untuk penilaian KA-ANDAL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan oleh penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.

Proses penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL.

  • Penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL dilakukan dengan mengacu pada KA-ANDAL yang telah disepakati (hasil penilaian Komisi AMDAL).
    Proses penilaian ANDAL, RKL, dan RPL. Setelah selesai disusun, pemrakarsa mengajukan dokumen ANDAL, RKL dan RPL kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal untuk penilaian ANDAL, RKL dan RPL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan oleh penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.

Yang harus menyusun AMDAL

  • Dokumen AMDAL harus disusun oleh pemrakarsa suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
    Dalam penyusunan studi AMDAL, pemrakarsa dapat meminta jasa konsultan untuk menyusunkan dokumen AMDAL. Penyusun dokumen AMDAL harus telah memiliki sertifikat Penyusun AMDAL dan ahli di bidangnya. Ketentuan standar minimal cakupan materi penyusunan AMDAL diatur dalam Keputusan Kepala Bapedal Nomor 09/2000.

Komisi Penilai AMDAL

Komisi Penilai AMDAL adalah komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL. Di tingkat pusat berkedudukan di Kementerian Lingkungan Hidup, di tingkat Propinsi berkedudukan di Bapedalda/lnstansi pengelola lingkungan hidup Propinsi, dan di tingkat Kabupaten/Kota berkedudukan di Bapedalda/lnstansi pengelola lingkungan hidup Kabupaten/Kota. Unsur pemerintah lainnya yang berkepentingan dan warga masyarakat yang terkena dampak diusahakan terwakili di dalam Komisi Penilai ini.

Pemrakarsa

  • Pemrakarsa adalah orang atau badan hukum yang bertanggungjawab atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan.

Masyarakat yang berkepentingan

  • Masyarakat yang berkepentingan adalah masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL berdasarkan alasan-alasan antara lain sebagai berikut: kedekatan jarak tinggal dengan rencana usaha dan/atau kegiatan, faktor pengaruh ekonomi, faktor pengaruh sosial budaya, perhatian pada lingkungan hidup, dan/atau faktor pengaruh nilai-nilai atau norma yang dipercaya. Masyarakat berkepentingan dalam proses AMDAL dapat dibedakan menjadi masyarakat terkena dampak, dan masyarakat pemerhati.

Yang dimaksud dengan UKL dan UPL

  • Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) adalah upaya yang dilakukan dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup oleh penanggung jawab dan atau kegiatan yang tidak wajib melakukan AMDAL (Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup).
    Kewajiban UKL-UPL diberlakukan bagi kegiatan yang tidak diwajibkan menyusun AMDAL dan dampak kegiatan mudah dikelola dengan teknologi yang tersedia.
    UKL-UPL merupakan perangkat pengelolaan lingkungan hidup untuk pengambilan keputusan dan dasar untuk menerbitkan ijin melakukan usaha dan atau kegiatan.

Proses dan prosedur UKL-UPL

  • Proses dan prosedur UKL-UPL tidak dilakukan seperti AMDAL tetapi dengan menggunakan formulir isian yang berisi :
  • Identitas pemrakarsa
  • Rencana Usaha dan/atau kegiatan
  • Dampak Lingkungan yang akan terjadi
  • Program pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
  • Tanda tangan dan cap

Formulir Isian diajukan pemrakarsa kegiatan kepada :

  • Instansi yang bertanggungjawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup Kabupaten/Kota untuk kegiatan yang berlokasi pada satu wilayah kabupaten/kota
  • Instansi yang bertanggungjawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup Propinsi untuk kegiatan yang berlokasi lebih dari satu Kabupaten/Kota
  • Instansi yang bertanggungjawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan untuk kegiatan yang berlokasi lebih dari satu propinsi atau lintas batas negara
ABSTRAKSI DOKUMEN AMDAL PEMRAKARSA 

PT. ALNO AGRO UTAMA/PMA

NAMA DOKUMEN Kegiatan Perkebunan Kelapa Sawit dan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit “Kebun Sumindo” di Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara
NO. PERSETUJUAN & TGL Keputusan Gubernur Bengkulu Nomor: 338 TAHUN 2002, Tanggal 31 Juli 2002
PENYUSUN DOKUMEN FMIPA Universitas Bengkulu
LOKASI Desa Tanjung Dalam, Desa Napal Putih, Desa Lebong Tandai dan Desa Muara Santan, Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara, Propinsi Bengkulu. Secara geografis, lokasi pabrik pengolahan kelapa sawit ini terletak antara 101053’ BT sampai 101054’ BT dan antara 03011’ LS dengan 03012 LS pada areal datar dengan ketinggian 30 meter dari permukaan laut.
DISKRIPSI KEGIATAN Rencana perkebunan kelapa sawit “Kebun Sumindo” memiliki luas 9.314 hektar. Lahan pabrik minyak kelapa sawit berserta insfrastruktur pendukung direncanakan memiliki luas lahan 5 hektar yang terletak dalam lokasi kebun kelapa sawit “Sumindo”. Tempat pembuangan limbah dengan kapasitas 105.840 ton/tahun atau 352,8 ton/hari atau setara 352 m3/hari .
ISU POKOK  

􀂃 Perubahan kualitas udara (bau dan debu)

􀂃 Timbulnya kebisingan

􀂃 Penurunan kualitas air

􀂃 Meningkatnya erosi

􀂃 Hilangnya keanekaragaman flora

􀂃 Gangguan terhadap satwa liar

􀂃 Perubahan komponen sosioekonomi dan budaya

􀂃 Konflik Sosial

􀂃 Penggantian lahan

􀂃 Jumlah ganti rugi

􀂃 Pembebasan lahan hutan

􀂃 Pengerahan tenaga kerja

􀂃 Pendapatan masyarakat

 

KEWAJIBAN PEMRAKARSA 1. Untuk mengendalikan kualitas udara dan kualitas air serta perubahan iklim mikro dilakukan dengan cara: 

– Membuat tata ruang perkebunan dan pabrik pengelolaan kelapa sawit termasuk pembangunan insfrastruktur dengan memperhatikan konsep konservasi terutama pada lahan dengan kemiringan 40% dan sempadan sungai 50-100 meter kiri kanan sungai dan pembukaan lahan dilakukan tanpa melakukan pembakaran

– Penentuan lokasi pabrik dan instalasi Pengolahan Limbah Cair harus memperhatikan jarak/sempadan dengan permukiman penduduk, ketinggian tempat dan arah angin yang dominan, mengatur ketinggian cerobong gas buang pabrik sehingga gasnya dapat ternetralisir.

– Membuat kolam IPAL dan dilakukan pengerukan secara berkala sesuai kebutuhan, pembuangan hasil pengerukan ditempatkan pada lokasi tertentu dan menjaga baku mutu lingkungan agar tidak terjadi pencemaran sungai

– Penanaman jalur hijau dengan kerapatan tanaman yang tinggi disekeliling pabrik, kolam pengolahan limbah cair dan limbah padat untuk menetralisir bau.

– Perawatan mesin pabrik pengolahan kelapa sawit disesuaikan dengan jadwal perawatan teknis untuk menekan pencemaran.

– Menampung limbah padat pabrik dan limbah padat domestik di tempat pembuangan khusus dengan mengikuti kaidah “Sanitary Landfill”.

-Pemanfaatan limbah padat sebagai bahan bakar boiler dan pemalsuan tanaman dapat

dilakukan.

– Melakukan pengerasan jalan dan penyiraman jalan pada musim panas pada jalur transportasi pengangkutan kelapa sawit di lokasi pemukiman padat penduduk.

2. Melakukan pengendalian kebisingan dengan sumber kebisingan pada medium propagasi, pengendalian pada manusia dan secara adminisratif.

3. Mengendalikan erosi tanah dengan cara membuat bangunan pencegah erosi, memperuntukan lahan konservasi bagi tanah dengan kemiringan < 40% menanam tanaman penutup tanah dan membuat saluran drainase di kiri kanan jalan.

4. Pengendalian sedimentasi melalui pembuatan saluran pengendali air, cekdam dan perangkap sedimen.

5. Untuk mengendalikan pencemaran air dilakukan melalui upaya penampungan limbah padat, tinja pada septic tank di mess atau pemukiman karyawan, penggunaan pestisida organic atau pestisida dari organic yang telah direkomendasi serta pengelolaan limbah cair dalam kolam-kolam fat fit, kolam pengasaman, kolam an aerobik, kolam sedimentasi 1 dan 2, kolam aerobik dan dilengkapi dengan kolam indikator.

6. Untuk melindungi keanekaragaman hayati dilakukan pengelolaan dengan cara menyediakan areal konservasi sebagai habitat satwa liar, pemeliharaan areal konservasi melalui pengayaan tanaman dan merehabilitasi sempadan sungai dan kemiringan lahan > 40% dan melarang dilakukan perburuan dan penangkapan satwa liar diwilayah kebun Sumindo dan pembuatan pengumuman larangan.

7. Mengendalikan dampak sosekbud dengan cara:

– Memprioritaskan penggunaan tenaga kerja setempat, dengan proporsi yang seimbang antara tenaga kerja penduduk asli dengan warga transmigrasi, penggunaan jasa dan kebutuhan material/logistik kebun sedapat mungkin berasal dari penduduk desa sekitar perkebunan dan pabrik pengolahan, perusahaan mengkader managemen kebun dan pabrik bagi tenaga kerja penduduk setempat dan memberikan penyuluhan atau bimbingan berkebun sawit bagi masyarakat sekitar serta mengembalikan pola plasma.

– Memberi ganti rugi tanah dan bangunan yang layak dan disetujui kedua belah pihak, upah yang layak pada karyawan kebun minimal sesuai Upah Minimal regional Propinsi Bengkulu. Mengupayakan pengadaan material dan jasa karyawan dan perusahaan dari hasil produksi penduduk sekitar kebun/pabrik, memberikan penyuluhan tentang kegiatan

8. Penyelesaian konflik dengan masyarakat malalui pendekatan persuasif dengan cara musyawarah dan kekeluargaan, membina komunikasi dengan tokoh masyarakat dan pemerintah.

9. Penyelesaian konflik dengan Pemerintah melalui penyelesaian perizinan dan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

10. Mempedomani dan melaksanakan pengelolaan dan pemantauan lingkungan sesuai Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL).

 

PENGELOLAAN  

􀂃 Iklim Mikro, Pengelolaan dampak iklim mikro dilakukan dengan cara:

– Membuat tata ruang rencana perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit termasuk pembangunan insfrastruktur dengan memperhatikan konsep konservasi.

– Pembukaan lahan dari vegetasi penutup dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemajuan penanaman kelapa sawit dan cover crop.

􀂃 Penurunan kualitas udara dikelola dengan cara

– Merencanakan dengan matang lokasi tata letak pabrik dan instalasi pengolahan limbah cair dengan memperhatikan jarak dengan pemukiman penduduk, ketinggian tempat dan arah angin yang dominan.

– Mengatur ketinggian cerobong gas buang pabrik sehingga sesuai dengan ketinggian tempat lokasi pabrik dan pemukiman penduduk yang ada disekitarnya

– Pengerukan kolam limbah cair harus disosialisasi waktu dan kemungkinan bau yang ditimbulkannya kepada masyarakat

– Jalur hijau dengan kerapatan tanaman yang tingggi perlu dibangun di sekeliling pabrik pengolahan kelapa sawit

– Perawatan mesin pabrik pengolahan kelapa sawit harus disesuaikan dengan jadwal perawatan teknis agar spesifik Fuel Consumsition (penggunaan bahan bakar per kWh)

– Limbah padat (Sludge) yang dihasil pabrik kelapa sawit dan limbah padat domestik (rumah tangga) harus ditampung di tempat pembuang khusus

– Limbah padat berupa Cangkang dan Serabut digunakan untuk bahan bakar boiler., sedangkan Limbah padat Tandan Kosong dikelola dengan cara pemulsaan

– Membuat perencanaan tentang jalan angkut kelapa sawit, melakukan penyiraman jalan, melakukan pengerasan jalan yang sering dilalui angkutan kebun dan pabrik pengolahan.

– Dalam pembukaan lahan perusahaan harus dengan metoda tanpa pembakaran.

􀂃 Kebisingan, dikelola dengan cara

– Menggunakan shock absoliving untuk menyerap benturan, menggunakan teknik aliran yang efisien utnuk mengurangi suara, memisahkan operating speed dan resonant speed. Dan memasang bantalan peredam pada kedudukan yang benar

– Pengendalian kebisingan pada penerima (manusia), yaitu earplug atau earmuff.

􀂃 Erosi Tanah dikelola dengan cara

– Melakukan pembuatan bangunan pencegahan erosi, untuk tanah dengan tingkat kemiringan >40%, sebaiknya digunakan sebagai daerah konservasi.

– Membuat saluran drainase di kiri dan kanan jalan

􀂃 Sedimentasi dikelola dengan cara

– Membangun saluran pengendalian air dan perangkap sedimen

􀂃 Penurunan Kualitas Air, dikelola dengan cara

– Air limbah domestik diolah sesuai janis limbah.

 

PEMANTAUAN  

􀂃 Memantau tingkat kebauan dan kadar debu di udara ambien menggunakan alat High Volume Dust Sampler

􀂃 Memantau tingkat kebisingan di ruang kerja pabrik pengolahan kelapa sawit tidak boleh lebih dari 70 dBA dilakukan dengan menggunakan alat Sound Level Meter

􀂃 Memantau besaran erosi dengan cara mengukur besarnya tanah tererosi persatuan waktu pada petak pemantauan yang dibuat dengan ukuran

􀂃 Memantau sedimentasi tanah di dasar sunga dan di Saluran Pengendalian Air.

􀂃 Memantau suhu air, padatan tersuspensi (TSS), padatan terlarut (TDS), kekeruhan air, daya hantar listrik/DHL (menduga kandungan ion-ion logam), pH air, COD, BOD5, Minyak/lemak, Nitrogen Total (Amoniak + Nitrat + Nitrit).

􀂃 Memantau kerapatan dan keanekaragaman vegetasi alami (setempat) di daerah sempadan sungai dan tepi jurang dengan metoda kuadrat

􀂃 Memantau keberadaan areal konservasi di wilayah perkebunan kelapa sawit. Pemantauan terhadap satwa liar dilakukan melalui observasi secara langsung dilapangan.

􀂃 Memantau indek Keanekaragaman plankton, zooplanton dan benthos serta keberadaan jenis dan jumlah ikan di daerah aliran limbah (sungai)

􀂃 Memantau jumlah penduduk lokal yang bekerja langsung atau berusaha di perkebunan

􀂃 Memantau mobilisasi penduduk dari luar wilayah akibat penerimaan karyawan

􀂃 Memantau izin lokasi atau bentuk perizinan perkebunan “Sumindo”

RKT HTI

RENCANA KARYA TAHUNAN

DASAR HUKUM

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NO. 114/KPTS-II/92
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGUSAHAAN HUTAN
NO. 152/KPTS/IV-BPHH/1993

PENGERTIAN

      1. RENCANA KARYA TAHUNAN ADALAH PENJABARAN, PENYESUAIAN DAN OPERASIONALISASI TAHUNAN RENCANA KARYA LIMA TAHUN.
      2. BLOK TEBANGAN ADALAH BAGIAN AREAL KERJA HPH DENGAN LUAS DAN BATAS TERTENTU YANG AKAN DILAKUKAN PENEBANGAN DALAM JANGKA WAKTU SATU TAHUN
      3. PETAK KERJA TEBANGAN &PLUSMN; 100 HA, DENGAN BATAS TEBANGAN DENGAN LUAS MENGIKUTI BENTUK TOPOGRAFI DAN DIUSAHAKAN BERBENTUK BUJUR SANGKAR

SYARAT PENYUSUNAN RKT

SYARAT POKOK :

      1. TELAH MEMILIKI RKL YANG DISAHKAN
      2. ADA RENCANA BLOK RKT, DISETUJUI DINAS KEHUTANAN (BAP)
      3. DILAKUKAN ITSP, INTENSITAS 100%
      4. PETA CITRA LANDSAT SKALA 1 : 100.000, MENGGAMBARKAN TAPAK JARINGAN JALAN
      5. PETA RENCANA JARINGAN JALAN, SKALA 1 : 25.000
      6. PETA JARINGAN JALAN 5 TH TERAKHIR, SKALA 1 : 50.000 ATAU 1 : 100.000
      7. MEMILIKI PERALATAN EKSPLOITASI
      8. MEMPEKERJAKAN TENAGA TEKNIS KEHUTANAN
      9. REALISASI TPTI TAHUN LALU 100% DAN TAHUN BERJALAN SAMPAI DENGAN SEPTEMBER TELAH 50%
      10. BAP, PENANAMAN TANAH KOSONG
      11. TIDAK MEMPUNYAI TUNGGAKAN FINANSIAL PADA NEGARA
      12. TIDAK TERKENA SANKSI PENGHENTIAN KEGIATAN EKSPLOITASI
      13. BAP, HTI TRANS (BAGI YANG DITUNJUK)
      14. BAP, PEMBUATAN KEBUN BIBIT JENIS ANDALAN SETEMPAT
      15. DIAJUKAN SENDIRI OLEH PERUSAHAAN PADA BULAN SEPTEMBER

SYARAT PENUNJANG :

    1. BAP, TPTI TAHUN BERJALAN (SEPTEMBER – MARET)
    2. BAP, PENUNJUKAN KONSERVASI PLASMA NUTFAH (100 HA)
    3. BAP, PETAK UKUR PERMANEN
    4. REALISASI PRODUKSI LOGS 5 TAHUN TERAKHIR
    5. LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN TAHUN LALU
    6. MENYUSUN AMDAL
    7. BAP, PENANAMAN KIRI-KANAN JALAN
    8. MEMILIKI ORGANISASI YANG DIPIMPIN OLEH TTK PROFESIONAL :
    • PERENCANAAN
    • PRODUKSI
    • PEMELIHARAAN HUTAN

YANG DIKUKUHKAN MELALUI SK DIREKSI

CONTOH         :

MENTERI KEHUTANAN

REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN

Nomor : 9/Menhut-II/2007

TENTANG

RENCANA KERJA, RENCANA KERJA TAHUNAN, DAN BAGAN KERJA

USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN TANAMAN INDUSTRI

DAN HUTAN TANAMAN RAKYAT DALAM HUTAN TANAMAN

MENTERI KEHUTANAN,

Menimbang:

a. bahwa berdasarkan Pasal 71, dan 75 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 menyebutkan kepada Pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri, dan Hutan Tanaman Rakyat dalam Hutan Tanaman wajib membuat Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (RKUPHHK) untuk seluruh areal kerja selama jangka panjang, dan Rencana Kerja Tahunan (RKT) untuk mendapat persetujuan dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk;

b. bahwa RKUPHHK dan RKT pada Hutan Tanaman Industri dan Hutan Tanaman Rakyat dalam Hutan Tanaman sebagaimana dimaksud huruf a merupakan dasar pelaksanaan kegiatan IUPHHK;

c. bahwa sehubungan dengan hal tersebut, perlu menetapkan Rencana Kerja, Rencana Kerja Tahunan, dan Bagan Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Industri dan Hutan Tanaman Rakyat Dalam Hutan Tanaman dengan Peraturan Menteri Kehutanan.

Mengingat:

  1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem;
  2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang;
  3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
  4. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang telah disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004;
  5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
  6. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom;
  7. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Hutan;
  8. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan;
  9. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan;

10.  Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 yang telah disempurnakan dengan Keputusan Presiden Nomor 171/M Tahun 2005 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu;

11.  Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005 yang telah disempurnakan dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementrian Negara Republik Indonesia;

12.  Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 yang telah disempurnakan dengan Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2005 dan Nomor 63 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementrian Negara Republik Indonesia;

13.  Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi;

14.  Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.13/Menhut-II/2005 yang telah disempurnakan dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.17/Menhut-H/2005, Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.35/Menhut-II/2005, dan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.46/Menhut-II/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehutanan.

M E M U T U S K A N

Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEHUTANAN TENTANG RENCANA KERJA, RENCANA KERJA TAHUNAN, DAN BAGAN KERJA USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN TANAMAN INDUSTRI DAN HUTAN TANAMAN RAKYAT DALAM HUTAN TANAMAN

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan ini, yang dimaksud dengan :

  1. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Industri dalam Hutan Tanaman yang selanjutnya disingkat IUPHHK HTI dalam Hutan Tanaman adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dalam hutan tanaman pada hutan produksi melalui kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran.
  2. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Rakyat dalam Hutan Tanaman yang selanjutnya disingkat IUPHHK HTR dalam Hutan Tanaman adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dalam hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh perorangan atau koperasi untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan.
  3. RKUPHHK Hutan Tanaman Industri dalam Hutan Tanaman selanjutnya disingkat RKUPHHK HTI adalah rencana kerja untuk seluruh areal kerja dan berlaku selama jangka waktu izin, antara lain memuat aspek kelestarian usaha, aspek keseimbangan lingkungan dan sosial ekonomi yang disusun berdasarkan Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala yang disahkan Menteri Kehutanan.
  4. RKUPHHK Hutan Tanaman Rakyat dalam Hutan Tanaman selanjutnya disebut RKUPHHK HTR adalah rencana kerja untuk seluruh areal kerja IUPHHK HTR dalam satu wilayah Kabupaten/Kota dan berlaku selama jangka waktu izin, antara lain memuat aspek kelestarian usaha, aspek keseimbangan lingkungan dan sosial ekonomi yang disahkan Bupati/Walikota.
  5. RKUPHHK HTI dalam Hutan Tanaman adalah rencana kerja untuk seluruh areal kerja dan berlaku selama 10 (sepuluh) tahun yang disusun oleh pemegang izin dan dilaporkan kepada Menteri.
  6. Rencana Kerja Tahunan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri selanjutnya disebut RKTUPHHK HTI dalam Hutan Tanaman adalah rencana kerja dengan jangka waktu 1 (satu) tahun yang merupakan penjabaran RKUPHHK HTI.
  7. Rencana Kerja Tahunan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Rakyat dalam Hutan Tanaman selanjutnya disebut RKTUPHHK HTR adalah rencana kerja yang disusun secara gabungan dalam satu kelompok pemegang izin dan/atau Koperasi dengan jangka waktu 1 (satu) tahun, merupakan penjabaran RKUPHHK HTR.
  8. Bagan Kerja (BK) Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri dalam Hutan Tanaman selanjutnya disebut BKUPHHK HTI adalah rencana kerja yang berlaku paling lama 12 (dua belas) bulan dan diberikan kepada pemegang izin yang belum memiliki RKUPHHK I (pertama).
  9. Tata Ruang Hutan Tanaman adalah hasil penataan areal kerja IUPHHK dalam Hutan Tanaman sesuai dengan peruntukannya.

10.  Penataan Areal Kerja adalah pembagian areal kerja menjadi bagian-bagian areal yang terdiri dari blok dan petak kerja sesuai dengan peruntukannya untuk keperluan tanaman pokok, tanaman unggulan, tanaman kehidupan, sarana dan prasarana serta kawasan lindung.

11.  Inventarisasi Tegakan adalah kegiatan pencatatan, pengukuran dan taksasi volume pohon yang akan ditebang di Hutan Tanaman dalam rangka pembukaan wilayah dan atau penyiapan lahan.

12.  Pembukaan Wilayah Hutan adalah kegiatan penyediaan prasarana jalan dan bangunan lainnya untuk menunjang kelancaran pelaksanaan kegiatan UPHHK pada Hutan Tanaman.

13.  Penyiapan Lahan adalah kegiatan persiapan, pembersihan lahan dan pengolahan lahan untuk keperluan penanaman.

14.  Pembersihan Lahan adalah pekerjaan pembersihan areal untuk membuka lahan dengan cara menebang/membersihkan semak belukar, alang-alang, pohon-pohon dan tunggak.

15.  Petak Kerja adalah bagian dari blok kerja luasan tertentu dan menjadi unit usaha pemanfaatan terkecil yang mendapat perlakuan silvikultur yang sama.

16.  Tanaman Pokok adalah tanaman untuk tujuan produksi hasil hutan berupa kayu perkakas/pertukangan dan atau hasil hutan bukan kayu perkakas/pertukangan.

17.  Tanaman Unggulan adalah tanaman jenis asli di daerah yang bersangkutan yang mempunyai nilai perdagangan (niagawi) tinggi.

18.  Tanaman Kehidupan adalah tanaman tahunan atau pohon yang menghasilkan hasil hutan bukan kayu yang bermanfaat bagi masyarakat.

19.  Sarana dan Prasarana adalah alat dan bangunan yang dipergunakan untuk mendukung kegiatan IUPHHK pada Hutan Tanaman.

20.  Kawasan Lindung adalah kawasan yang dilindungi dalam rangka perlindungan dan pemeliharaan sumber daya alam.

21.  Laporan Hasil Cruising (LHC) Petak Kerja Tebangan Tahunan adalah dokumen hasil pengolahan data pohon dari pelaksanaan kegiatan Inventarisasi Tegakan pada petak kerja yang bersangkutan yang memuat nomor pohon, jenis, diameter, tinggi pohon bebas cabang, dan taksiran volume kayu.

22.  LHC Blok Kerja Tebangan Tahunan adalah dokumen hasil pengolahan data pohon dari LHC setiap petak kerja dalam blok kerja tebangan tahunan yang memuat kelompok jenis, kelas diameter, jumlah pohon dan taksiran volume kayu.

23.  Rekapitulasi LHC Kerja Blok Tebangan Tahunan adalah dokumen hasil pengolahan data pohon dari LHC setiap petak kerja tebangan dalam blok kerja tebangan tahunan yang memuat kelompok jenis, kelas diameter, jumlah pohon dan taksiran volume kayu.

24.  Kelompok Pemegang Izin adalah Kelompok Tani Hutan yang anggotanya terdiri dari para pemegang izin UPHHK HTR perorangan yang areal kerjanya berdekatan dan diketuai oleh salah satu anggota pemegang izin UPHHK HTR.

25.  Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang diserahi tugas dan tanggung jawab di

26.  bidang Bina Produksi Kehutanan.

27.  Kepala Dinas Provinsi adalah Kepala Dinas yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang kehutanan di Provinsi.

28.  Kepala Dinas Kabupaten/Kota adalah Kepala Dinas yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang kehutanan di Kabupaten/ Kota.

29.  Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) adalah Kepala unit pelaksana teknis yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan.

30.  P2LHP (Pejabat Pengesah Laporan Hasil Produksi) adalah Pegawai Kehutanan yang memenuhi kualifikasi sebagai Pengawas Penguji Hasil Hutan yang diangkat dan diberi tugas, tanggung jawab serta wewenang untuk melakukan pengesahan laporan hasil produksi kayu bulat dan atau kayu bulat kecil.

31.  P2SKSKB (Pejabat Penerbit Surat Keterangan Sahnya Kayu Bulat) adalah Pegawai Kehutanan yang memenuhi kualifikasi sebagai Pengawas Penguji Hasil Hutan yang diangkat dan diberi tugas, tanggung jawab serta wewenang untuk melakukan penerbitan SKSKB.

BAB I I

RKUPHHK HTI DAN RKUPHHK HTR DALAM HUTAN TANAMAN

Bagian Kesatu

RKUPHHK HTI dalam Hutan Tanaman

Pasal 2

(1)  Pemegang izin UPHHK HTI dalam Hutan Tanaman wajib menyusun :

  1. RKUPHHK HTI untuk selama jangka waktu izin;
  2. RKUPHHK HTI untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun.

(2)  RKUPHHK HTI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disusun dan diajukan kepada Menteri untuk mendapat persetujuan dan pengesahan.

(3)  RKUPHHK HTI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak perlu disahkan oleh pejabat yang berwenang.

Pasal 3

(1)  Usulan RKUPHHK HTI dalam Hutan Tanaman sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (1) huruf a, diajukan kepada Menteri selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah Keputusan IUPHHK HTI dalam Hutan Tanaman diterima oleh pemegang izin dengan tembusan kepada :

  1. Kepala Dinas Provinsi;
  2. Kepala Dinas Kabupaten/Kota;
  3. Kepala UPT.

(2)  RKUPHHK HTI dalam Hutan Tanaman sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (1) huruf b, disusun selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah RKUPHHK HTI selama jangka waktu izin disahkan, dilaporkan kepada :

  1. Kepala Dinas Provinsi;
  2. Kepala Dinas Kabupaten/Kota;
  3. Kepala UPT.

Pasal 4

(1)  Usulan RKUPHHK HTI dalam Hutan Tanaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat

(2)  disusun berdasarkan :

  1. Peta areal kerja sesuai Keputusan IUPHHK HTI dalam Hutan Tanaman;
  2. Peta Penunjukkan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi atau Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi atau Peta TGHK bagi provinsi yang belum ada Peta Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi;
  3. Peta Hasil Penafsiran Potret Udara (skala 1 : 20.000) atau Citra Satelit (skala 1 : 50.000 atau 1 : 100.000) berumur maksimal 2 (dua) tahun terakhir yang telah diperiksa oleh Badan Planologi Kehutanan;
  4. Peta hasil deliniasi mikro bagi pemegang izin yang mengajukan percepatan pembangunan Hutan Tanaman Industri.

Pasal 5

(1)  Direktur Jenderal menilai dan mengesahkan usulan RKUPHHK HTI dalam Hutan Tanaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dan salinannya disampaikan kepada:

  1. Kepala Dinas Provinsi;
  2. Kepala Dinas Kabupaten/Kota; dan
  3. Kepala UPT.

(2)  Direktur Jenderal dapat mendelegasikan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Pejabat Eselon I I Lingkup Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

Pasal 6

Pedoman Penyusunan, Penilaian dan Pengesahan RKUPHHK HTI dalam Hutan Tanaman sebagaimana tercantum pada Lampiran 1 Peraturan

Bagian Kedua

RKUPHHK HTR dalam Hutan Tanaman

Pasal 7

(1)  Usulan RKUPHHK HTR dalam Hutan Tanaman selama jangka waktu izin wajib disusun oleh pemegang izin dan difasilitasi oleh kepala UPT.

(2)  Usulan RKUPHHK HTR dalam Hutan Tanaman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disusun untuk satu wilayah Kabupaten/Kota dan diajukan kepada Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk oleh Bupati/Walikota untuk mendapat pengesahan dan salinannya disampaikan kepada Direktur Jenderal, Kepala Dinas Provinsi, Kepala Dinas Kabupaten/Kota, dan Kepala UPT.

Pasal 8

Pedoman Penyusunan, Penilaian dan Pengesahan RKUPHHK HTR dalam Hutan Tanaman sebagaimana tercantum pada Lampiran 2 Peraturan ini.

Bagian Ketiga

Evaluasi dan Revisi RKUPHHK

Pasal 9

(1)  RKUPHHK HTI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dievaluasi setiap 5 (lima) tahun oleh pemegang izin.

(2)  Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperlukan revisi RKUPHHK HTI, usulan revisi diajukan kepada Direktur Jenderal untuk dinilai dan disahkan.

Pasal 10

(1)  RKUPHHK HTR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dievaluasi setiap 5 (lima) tahun oleh pemegang izin,

(2)  Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperlukan revisi RKUPHHK HTR, usulan revisi diajukan kepada Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk oleh Bupati/Walikota untuk dinilai dan disahkan.

BAB III

RKTUPHHK HTI DAN RKTUPHHK HTR DALAM HUTAN TANAMAN

Bagian Pertama

RKTUPHHK HTI dalam Hutan Tanaman

Pasal 11

(1)  Setiap pemegang IUPHHK HTI dalam Hutan Tanaman wajib mengajukan usulan RKT HTI dalam Hutan Tanaman selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sejak RKUPHHK HTI disahkan.

(2)  Usulan RKTUPHHK HTI yang berikutnya diajukan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan

(3)  sebelum berakhir tahun RKTUPHHK HTI berjalan.

(4)  Usulan RKTUPHHK HTI dalam Hutan Tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan kepada Kepala Dinas Provinsi, dengan tembusan kepada :

  1. Direktur Jenderal;
  2. Kepala Dinas Kabupaten/Kota;
  3. Kepala UPT.

Pasal 12

(1)  Usulan RKTUPHHK HTI dalam Hutan Tanaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, disusun berdasarkan :

  1. Peta areal kerja sesuai Keputusan IUPHHK HTI dalam Hutan Tanaman;
  2. RKUPHHK HTI yang telah disahkan;
  3. Rekapitulasi Laporan Hasil Inventarisasi tegakan dengan intensitas sampling 1% (satu persen) pada Blok Rencana Kerja Tebangan hutan tanaman yang ditandatangani oleh Tenaga Teknis Kehutanan (Cruiser);
  4. Peta Hasil Penafsiran Potret Udara (skala 1: 20.000) atau Citra Satelit (skala 1 : 50.000 atau 1 : 100.000) berumur maksimal 2 (dua) tahun terakhir;
  5. Peta Tata Ruang Hutan Tanaman Industri;
  6. Peta hasil deliniasi mikro bagi pemegang izin yang mengajukan rencana percepatan pembangunan hutan tanaman.

(2)  Laporan Hasil Inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c yang telah dilaporkan oleh pemegang Izin kepada Bupati/Walikota 2 (dua) tahun sebelum penebangan/pemanenan.

Pasal 13

(1)  Dalam hal pemegang izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) telah mendapat sertifikat kinerja baik dari Menteri berdasarkan penilaian Lembaga Penilai Independen, pemegang izin dapat mengesahkan sendiri (self approval) RKTUPHHK HTI.

(2)  Pemegang izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaporkan RKTUPHHK HTI yang disahkan secara self approval kepada Direktur Jenderal, Kepala Dinas Provinsi, Kepala Dinas Kabupaten/Kota, dan Kepala UPT.

Bagian Kedua

RKTUPHHK HTR dalam Hutan Tanaman

Pasal 14

(1)  Setiap pemegang IUPHHK HTR dalam hutan tanaman wajib menyusun RKTUPHHK HTR dalam hutan tanaman secara gabungan dalam satu kelompok pemegang izin dengan difasilitasi oleh Kepala UPT tanpa memerlukan pengesahan pejabat yang berwenang.

(2)  Kelompok Pemegang Izin menyampaikan RKTUPHHK HTR sebagaimana dimaksud ayat (1) kepada Kepala Dinas Provinsi, Kepala Dinas Kabupaten/Kota dan Kepala UPT.

Bagian Ketiga

Pemeriksaan Sarana Produksi pada RKTUPHHK HTI

Pasal 15

(1)  Kepala Dinas Kabupaten/Kota melaksanakan pemeriksaan lapangan dengan obyek

(2)  meliputi :

  1. Rencana blok/petak tebangan;
  2. Timber cruising;
  3. Petak Ukur Permanen (PUP);
  4. Realisasi RKTUPHHK HTI tahun berjalan;
  5. Sarana produksi berupa Peralatan, TPn, Trase jalan, dan TPK/logpond.

(3)  Pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara sekaligus dan dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan.

(4)  Berita Acara Pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (2) digunakan sebagai bahan pertimbangan teknis penilaian dan pengesahan Usulan RKTUPHHK HTI.

Bagian Keempat

Pertimbangan Teknis, Penilaian dan Pengesahan

Pasal 16

(1)  Kepala Dinas Kabupaten/Kota selambat-lambatnya tanggal 30 November sebelum tahun RKT HTI dalam Hutan Tanaman, menyampaikan pertimbangan teknis kepada Kepala Dinas Provinsi dengan tembusan kepada Kepala UPT dilengkapi :

  1. Berita Acara Hasil Pemeriksaan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 15 ayat (2) dan (3);
  2. Pemenuhan kewajiban pungutan PSDH dan DR;
  3. Usulan nama petugas P2LHP dan P2SKSKB;

(2)  Berdasarkan usulan nama petugas P2LHP dan P2SKSKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, Kepala UPT selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja menyampaikan pertimbangan teknis kepada Kepala Dinas Provinsi.

Pasal 17

(1)  Berdasarkan pertimbangan teknis dari Kepala Dinas Kabupaten/Kota dan Kepala UPT sebagaimana dimaksud pada Pasal 16, Kepala Dinas Provinsi melakukan penilaian dan pengesahan Usulan RKTUPHHK HTI dalam Hutan Tanaman selambatnya-lambatnya tanggal 31 Desember dan salinannya disampaikan kepada :

  1. Direktur Jenderal;
  2. Kepala Dinas Kabupaten/Kota;
  3. Kepala UPT.

(2)  Pemegang IUPHHK HTI yang terlambat proses penilaian dan pengesahan Usulan RKTUPHHK HTI karena alasan teknis maupun administratif, Usulan RKTUPHHK HTI dalam Hutan Tanaman dapat disahkan dengan ketentuan sebagai berikut :

  1. Apabila pengesahan periode 1 Januari sampai dengan 30 Maret, diberikan RKT sebesar 90 (sembilan puluh persen);
  2. Apabila pengesahan periode 1 April sampai dengan 30 Juni, diberikan RKT sebesar 60 (enam puluh persen);
  3. Apabila pengesahan periode 1 Juli sampai dengan 30 September, diberikan RKT sebesar 30 (tiga puluh persen).

(3)  Apabila pertimbangan teknis dari Kepala Dinas Kabupaten/Kota tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada Pasal 16 ayat (1), Kepala Dinas Provinsi melakukan penilaian dan pengesahan Usulan RKTUPHHK HTI dalam Hutan Tanaman dengan mempedomani RKUPHHK HTI dan Hasil Inventarisasi Tegakan yang telah disahkan.

(4)  Hal-hal yang sudah tercantum pada buku RKT yang telah mendapat pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diperlukan lagi pengesahan atau penetapan.

Pasal 18

Dalam hal pemegang IUPHHK HTI dalam Hutan Tanaman belum memperoleh pengesahan RKUPHHK HTI, maka RKTUPHHK HTI dalam Hutan Tanaman tidak dapat disahkan.

Bagian Kelima

Masa Berlaku RKTUPHHK

Pasal 19

RKTUPHHK HTI dan RKTUPHHK HTR dalam Hutan Tanaman berlaku untuk jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung mulai 1 Januari sampai dengan 31 Desember.

Pasal 20

(1)  Pedoman Penyusunan, Penilaian dan Pengesahan RKTUPHHK HTI dalam Hutan Tanaman sebagaimana tercantum pada Lampiran 3 Peraturan ini.

(2)  Pedoman Penyusunan, Penilaian dan Pengesahan RKTUPHHK HTR dalam Hutan Tanaman sebagaimana tercantum pada Lampiran 4 Peraturan ini.

BAB IV

BAGAN KERJA

Pasal 21

(1)  Bagi Pemegang IUPHHK HTI dalam Hutan Tanaman yang baru memperoleh izin, sebelum RKUPHHK HTI dinilai dan disahkan, dapat menyusun dan mengajukan usulan BKUPHHK HTI.

(2)  Usulan BKUPHHK HTI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Kepala Dinas Provinsi dengan tembusan kepada :

  1. Direktur Jenderal;
  2. Kepala Dinas Kabupaten/Kota;
  3. Kepala UPT.

(3)  BKUPHHK HTI hanya dapat diberikan satu Kali dan berlaku selama 12 (dua belas) bulan sejak BKUPHHK disahkan.

Pasal 22

Usulan BKUPHHK HTI dalam Hutan Tanaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, disusun berdasarkan :

  1. Peta Areal Kerja sesuai Keputusan IUPHHK HTI;
  2. Laporan Hasil Cruising (LHC).

Pasal 23

Kepala Dinas Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya Usulan BKUPHHK HTI, menyampaikan pertimbangan teknis kepada Kepala Dinas Provinsi

dilengkapi :

  1. Berita acara pemeriksaan lapangan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 15 ayat (2);
  2. Realisasi kegiatan sistem silvikultur untuk IUPHHK Hutan Tanaman perpanjangan;
  3. Usulan nama petugas P2LHP dan P2SKSKB;

Pasal 24

(1)  Berdasarkan pertimbangan teknis dari Kepala Dinas Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Kepala Dinas Provinsi melakukan penilaian dan pengesahan Usulan BKUPHHK HTI dalam Hutan Tanaman selambatnya-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya pertimbangan teknis, dan salinannya disampaikan kepada :

  1. Direktur Jenderal;
  2. Kepala Dinas Kabupaten/Kota;
  3. Kepala UPT.

(2)  BKUPHHK HTI dalam Hutan Tanaman yang telah disahkan tidak dapat diubah/direvisi.

Pasal 25

(1)  Direktur Jenderal melaksanakan pengendalian atas penilaian dan pengesahan BKUPHHK HTI dalam Hutan Tanaman.

(2)  Kepala Dinas Provinsi wajib menyampaikan laporan pelaksanaan/realisasi BKUPHHK HTI dalam Hutan Tanaman secara periodik setiap bulan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala UPT,

Pasal 26

Pedoman penyusunan, penilaian dan pengesahan usulan BKUPHHK dalam Hutan Tanaman sebagaimana tercantum pada Lampiran 5 Peraturan ini.

BAB V

PERUBAHAN/REVISI RKUPHHK DAN RKTUPHHK

Pasal 27

(1)  Berdasarkan basil evaluasi terhadap RKUPHHK HTI dan RKUPHHK HTR dalam Hutan Tanaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 10, pemegang IUPHHK dapat mengajukan perubahan/revisi BKUPHHK.

(2)  Perubahan/revisi terhadap RKUPHHK HTI dan RKUPHHK HTR dalam Hutan Tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipertimbangkan apabila :

  1. Ada penambahan atau pengurangan areal kerja;
  2. Ada perubahan daur dan jenis tanaman dengan dukungan dari tim pakar yang ditetapkan oleh Menteri;
  3. Ada perubahan terhadap kondisi fisik sumber daya hutan yang disebabkan oleh faktor manusia maupun faktor alam;
  4. Ada perubahan kebijakan dari Departemen Kehutanan.

(3)  Perubahan/revisi RKUPHHK HTI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinilai dan disahkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri dan dapat didelegasikan kepada Pejabat Eselon I I Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi.

(4)  Perubahan/revisi RKUPHHK HTR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinilai dan disahkan oleh Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk oleh Bupati/Walikota.

BAB VI

PENGENDALIAN DAN PELAPORAN

Pasal 28

(1)  Direktur Jenderal melaksanakan pengendalian atas penilaian dan pengesahan RKUPHHK HTI, RKTUPHHK HTI dan RKUPHHK HTR serta pelaporan pelaksanaannya.

(2)  Kepala Dinas Provinsi wajib menyampaikan laporan pelaksanaan/realisasi RKTUPHHK HTI dan RKTUPHHK HTR dalam Hutan Tanaman dan laporan pelaksanaan/realisasi BKUPHHK HTI dalam Hutan Tanaman secara periodik setiap bulan dan tahunan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala UPT.

(3)  Pemegang izin pada HTI dan HTR dalam Hutan Tanaman wajib membuat dan menyampaikan laporan pelaksanaan RKTUPHHK dan BKUPHHK HTI dan HTR Dalam Hutan Tanaman secara periodik setiap bulan, dan tahunan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Dinas Kehutanan Provinsi, Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota dan Kepala UPT.

(4)  Format laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) sebagaimana tercantum pada Lampiran 6 Peraturan ini.

(5)  Pengendalian pelaporan pelaksanaan sebagaimana tersebut pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal

BAB VI I

SANKSI

Pasal 29

Pemegang IUPHHK HTI dan IUPHHK HTR dalam Hutan Tanaman yang tidak menyusun dan menyerahkan RKUPHHK dan RKTUPHHK atau revisinya sebagaimana diatur dalam Peraturan ini, dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB V I I I

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 30

(1)  RKTUPHHK HTI dalam Hutan Tanaman Tahun 2007 yang telah disahkan tetap berlaku.

(2)  RKUPHHK HTI selama jangka waktu izin telah mendapat pengesahan sebelum berlakunya Peraturan ini, tetap berlaku dan pemegang izin wajib menyusun RKUPHHK HTI selama jangka 10 (sepuluh) tahun selambat-lambatnya selama 1 (satu) tahun sejak ditetapkannya Peraturan ini.

(3)  Terhadap Usulan RKLUPHHK yang masih dalam proses penilaian dan pengesahan di Dinas Kehutanan Provinsi maupun Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan tidak diproses lebih lanjut.

BAB IX

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 31

(1)  Dengan ditetapkannya Peraturan ini, maka Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 151/KptsII/2003 tentang Rencana Kerja, Rencana Kerja Lima Tahun dan Rencana Kerja Tahunan dan Bagan Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman beserta perubahan/revisi dan peraturan pelaksanaannya, serta ketentuan lain yang bertentangan dengan Peraturan ini dinyatakan tidak berlaku lagi.

(2)  Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di: JAKARTA

Pada tanggal: 23 Februari 2007

Salinan sesuai dengan aslinya

MENTERI KEHUTANAN

Kepala Biro Hukum dan Organisasi

ttd.

H. M. S. KABAN

Tembusan kepada Yth. :

1. Menteri Dalam Negeri;

2. Pejabat Eselon I Lingkup Departemen Kehutanan;

3. Gubernur seluruh Indonesia;

4. Bupati/Walikota seluruh Indonesia;

5. Kepala Dinas Provinsi yang diserahi tugas dan tanggung jawab bidang kehutanan seluruh Indonesia;

6. Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang diserahi tugas dan tanggung jawab bidang kehutanan seluruh Indonesia;

7. Kepala UPT Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan seluruh Indonesia.

CONTOH :

RKPKH-HTI

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN

Nomor : 740/Kpts-IV/1999

TENTANG

PENGESAHAN RENCANA KARYA PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN

INDUSTRI TRANSMIGRASI (RKPHTI-TRANS) YANG MELIPUTI

SELURUH JANGKA WAKTU PENGUSAHAAN HUTAN

An. PT. WANAKASITA NUSANTARA

PROVINSI DATI I JAMBI

MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

Menimbang :

  1. bahwa setiap Pemegang Hak Pengusahaan Hutan sesuai pasal 19 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1999, diwajibkan untuk menyusun Rencana Karya Tahunan, Rencana Karya Lima Tahun dan Rencana Karya Pengusahaan Hutan yang meliputi seluruh jangka waktu Pengusahaan Hutan;
  2. bahwa Rencana Karya Pengusahaan Hutan Tanaman Industri yang meliputi seluruh jangka waktu Pengusahaan Hutan dan selanjutnya disebut RKPHTI merupakan dasar dan pedoman untuk melaksanakan kegiatan Pengusahaan Hutan selama jangka waktu HPHTI (tahun 1992/1993 s/d 2036/2037), perlu ditetapkan dengan Keputusan tentang Pengesahaan Rencana Karya Pengusahaan Hutan Tanaman Industri;
  3. bahwa setelah adanya ketetapan kepastian areal dan Surat Keputusan Pengukuhan areal Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri, maka kepada PT. WANAKASITA NUSANTARA dapat diterbitkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan tentang Pengesahaan Rencana Karya Pengusahaan Hutan yang meliputi seluruh jangka waktu Pengusahaan Hutan;

Mengingat:

  1. Undang-undang No. 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan;
  2. Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1999 tentang Hak Pengusahaan Hutan dan Hak Pemungutan Hasil Hutan Pada Hutan Produksi;
  3. Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1970 tentang Perencanaan Hutan;
  4. Keputusan Presiden Republik Indonesia 102 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden No. 61 Tahun 1998 tentang Kedudukan, Tugas, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Deparemen Kehutanan dan Perkebunan ;
  5. Keputusan Menteri Kehutanan No. 677/Kpts-II/1993 tanggal 25 Oktober 1993 tentang Organisasi dan Tata Cara Kerja Departemen Kehutanan;
  6. Keputusan Menteri Kehutanan No. 358/Kpts-II/1993 jo Keputusan Menteri Kehutanan No.536/Kpts-II/1995;
  7. Keputusan Menteri Kehutanan No. 335/Kpts-II/1997 tentang Rencana Karya Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (RKPHTI);
  8. Keputusan Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan No. 240/Kpts/IV-PPH/97 tentang Pedoman Penyusunan, Penilaian dan Pengesahan Rencana Karya Pengusahaan Hutan Tanaman Industri.

Memperhatikan:

  1. Keputusan Menteri Kehutanan tentang Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri  PT. WANAKASITA NUSANTARA No. 672/Kpts-II/1995 tanggal 18 Desember 1995;
  2. Hasil Evaluasi atas usulan RKPHTI dan penyempurnaan atas usulan RKPHTI untuk jangka waktu (1992/1993 s/d 2036/2037), atas nama PT. WANAKASITA NUSANTARA.

M E M U T U S K A N

Menetapkan:

PERTAMA:            Mengesahkan RKPHTI An. PT. WANAKASITA NUSANTARA untuk selama jangka waktu Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri sesuai dengan Pasal 19 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1999;

KEDUA:                RKPHTI tersebut merupakan dasar dalam pembuatan rencana pembangunan HTI selanjutnya dan pedoman di dalam pengusahaan areal HPHTI ;

KETIGA:                Uraian tentang Rencana Karya Pengusahaan Hutan Tanaman Industri perusahaandimaksud, tercantum dalam Buku dan Peta terlampir serta merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Keputusan ini;

KEEMPAT:            Setiap pelanggaran dan/atau penyimpangan yang dilakukan oleh perusahaan pemegang HPHTI atas ketetapan yang termuat dalam keputusan ini, akan dikenakan sanksi sesuai peraturan yang berlaku;

KELIMA:               RKPHTI ini besifat sementara, dan dapat ditingkatkan menjadi RKPH definitive apabila sudah tersedia potret udara dan ketetapan kepastian areal;

KEENAM:  Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan bahwa segala sesuatunya akan diubah dan ditijau kembali sebagaimana mestinya apabila dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapannya.

Ditetapkan di : J A K A R T A

Pada Tanggal : 13 Juli 1999

a.n. MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

DIREKTUR JENDERAL PENGUSAHAAN

HUTAN PRODUKSI,

ttd.

Ir. WASKITO SURJODIBROTO

NIP. 080019388

Tembusan Kepada Yth. :

  1. Bapak Menteri Kehutanan dan Perkebunan di Jakarta;
  2. Sdr. Gubernur Kepala Daerah TK.I Jambi di Jambi;
  3. Sdr. Direktur Jenderal dalam Lingkup Departemen Kehutanan dan Perkebunan di Jakarta;
  4. Sdr. Kepala Badan Lingkup Departemen Kehutanan dan Perkebunan di Jakarta;
  5. Sdr. Direktur Lingkup Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan Produksi di Jakarta;
  6. Sdr. Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan dan Perkebunan Propinsi Jambi di Jambi;
  7. Sdr. Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Dati I Jambi di Jambi.

4. TATA WAKTU PEMBUATAN PERSEMAIAN

No. Kegiatan Bulan Keterangan
D J F M A M J J A S O N
I PERSIAPAN LAPANGAN
Pemancangan Batas/Pemagaran
Pembuatan Gubuk Kerja
Pembersihan Lapangan
Pembuatan Jalan Pemeriksaan/Selokan
Pembuatan Bedeng Tabur
Pembuatan Papan Pengenal dan Mutasi
Pengadaan Benih dan Bahan alat
Pengawasan
II PENYEMAIAN
Penaburan Benih
Pembuatan dan Pengisisan Media Sapih
Penyapihan Benih
III PEMELIHARAAN
Penyiangan, penyiraman dan penyulaman
Pemberantasan Hama Penyakit
Pemupukan
Penyiapan Seleksi Bibit
Pengepakan dan Pengangkutan


xyz says:

terimakasih atas uploadnya…berguna buat tugas saya…. SVK46



sama2…alhamdulillah…ini hanya sebagai contoh saja… 🙂



anurulhamzah says:

nice post.. salam kenal THH41



iya banx… salam kenal juga.. 😀 mike MNH 45..hehheheh



Terimakasih atas uploadnya sangat bermanfaat
Tapi ada sedikit yang mau saya tanyakan mengenai cara pembuatan beberapa cara pemeriksaan lapangan meliputi dibawah ini

1. Rencana blok/petak tebangan;
2. Timber cruising;
3. Petak Ukur Permanen (PUP);
4. Realisasi RKTUPHHK HTI tahun berjalan;
5. Sarana produksi berupa Peralatan, TPn, Trase jalan, dan TPK/logpond.
Terimakasih



natalino says:

sebagai bahan tambahan buat menganjar mahasiswa



natalino says:

thanks for you, Mike



sama-sama. masih dalam proses belajar juga mas 😀



Surya says:

Kami ingin hubungi Pak Mike.
Mohon alamat email Pak Mike kirim ke suryanazhali@yahoo.com
Kalau bisa no. telp nya Pak Mike juga dikirim ke alamat email tersebut.
Thank you.



teteh blognya membantu sekali dalam tugas saya, terimakasih. ayu-mnh48



uvi says:

salam kenal..uvi MNH 48 ;D



17061970a says:

La Ode Alimuddin, Terima kasih karena membantu dalam materi kuliah saya



Tinggalkan Balasan ke natalino Batalkan balasan

et cetera